“Pank…” suara pintu dibanting.
“Bibi......k!! Majalah yang baru aku beli kemaren mana?” Fatma berteriak dari kamarnya. Keras sekali suaranya.
Bi Ijah langsung nongol setelah berlari-lari dari dapur ke kamar Fatma, anak majikannya. “Tadi bibik letakkan di atas meja, Non.” jawabnya cepat. Dia tidak mau nonanya itu ngomel-ngomel kesal karena lama menunggu.
“Sudah ketemu kok, Bik. ‘Afwan jidan ya.” Fatma berbaring di atas kasur empuknya sambil melahap majalah yang kemaren dibelinya dengan susah payah sepulang sekolah. Dia harus berdesak-desakkan di atas sago, angkutan umum di kotanya, antri di toko majalah sampai-sampai kakinya terinjak oleh pembeli lain dan hal lain yang membuatnya sering menghela nafas panjang karena menahan kesal.
“Hemm... menurut majalah ini, 14 Februari ini aku akan mendapatkan coklat Valentine dari seseorang yang tidak terduga. Benar tidak ya?” Dia mulai tersenyum dan tertawa sendiri membayangkan siapa orang yang dimaksud oleh majalah itu. Dia sangat asyik dengan bacaannya sehingga tidak menyadari Bi Ijah yang sudah dari tadi berdiri di belakangnya, membawa nampan makan siang.
“Ma’af, Non. Ini bibi bawakan makan siangnya. Hati-hati lo Non, ketawa-ketawa sendiri, nanti setan membisikkan yang macam-macam.” Bi Ijah menasihati.
“ Astaghfirullahal’aziim. Terima kasih ya Bik. Makanannya diletakkan di atas meja saja. Terus, kalau nanti Bunda menelpon, tolong katakan kalau Fatma kangen banget sama Ayah sama Bunda. Ya Bik?” pintanya manja.
Setelah Bi Ijah keluar, Fatma terdiam sejenak. Untung Bi Ijah mengingatkannya. Kalau tidak, dia bisa keterusan mengkhayal yang tidak-tidak. Bi Ijah dianggapnya seperti keluarga kandungnya sendiri. Perempuan paruh baya itu sudah lama ikut dengan bundanya. Bi Ijah yang membantu bundanya mengasuh, mengajarkannya mengaji, shalat, puasa dan banyak hal lainnya.
“Tapi tidak apa-apa kan kalau aku membaca majalah. Maksudku,hmm, sebagai remaja wajar saja aku mempunyai keinginan untuk...Ah, sudahlah!!” Fatma mencoba menampik bisikan setan yang mulai membujuknya.
Di sekolah.
“Fat, besok kan hari Valentine. Kamu mau ngasih coklat sama siapa?” salah seorang temannya bertanya.
“Apa? Kenapa kita yang ngasih coklat? Seharusnya kita yang dikasih coklat.” Dahinya berkerut mendengar pertanyaan temannya itu. Pembicaraan pun berlangsung lama, dia tidak sadar sudah terbawa arus setan. Dia pun sibuk berkoar-koar soal Valentine’s Day yang akan dirayakan besok besok dan coklat.
***
Suhu panas dirasakan oleh sekelompok siswi berseragam putih abu-abu yang sedari tadi sibuk mengipaskan tangannya untuk mengusir panas yang menyengat siang itu. Kemudian mereka memutuskan untuk mendinginkan diri di mol yang letaknya tidak jauh dari lokasi sekolah. Mereka sudah pulang sekolah. Seorang gadis berjilbab yang juga berada dalam kelompok itu adalah Fatma. Dia diajak oleh teman-temannya untuk pergi berburu coklat dan kado berwarna pink di mol berlantai empat itu.
Kecuali Fatma, hampir semua teman-temannya sudah pacaran. Mereka sangat antusias mencari hadiah Valentine untuk “gandengan” mereka. Tapi tidak setelah sebuah insiden terjadi sa’at mereka sedang menikmati bakso yang terhidang di meja.
“Fat, kami ada janji sama anak-anak yang lain. Kami mau nonton film yang baru keluar kemaren. Kamu mau ikut dengan kami atau pulang sendiri? Soalnya kamu kan tidak punya pasangan. Kamu ngerti kan apa yang kami maksud?” Pricilia, gadis manis berlesung pipi yang terlihat sangat langsing sekali dengan seragam sekolahnya yang sudah mendapat sedikit modifikasi itu bertanya.
“Gak apa-apa kok. Aku ikut kalian saja. Memangnya film apa?”
“Romance in Valentine Day. Itu lho film yang diangkat dari novel yang tahun mendapatkan banyak penghargaan internasional itu. Gimana?”
Fatma mulai ragu. Apakah dia akan ikut menonton atau tidak. Kemudian dia teringat dengan kata-kata Uni Tata di forum Jum’at lalu. ”Valentine itu tidak ada dalam Islam. Itu adalah budaya orang no muslim. Jadi, kita jangan sampai ikut-iktuan.” Kata-kata itu kembali terngiang-ngiang di telinganya.
Peperangan mulai terjadi dalam diri Fatma. Debat berkecamuk di batinnya. Ikut atau tidak. Film Valentine tidak mungkin ada adegan-adegan anehnya. Fatma berusaha meyakinkan dirinya untuk tetap ikut. “Bagaimana ya?” ujarnya ragu.
“Ah, kamu kebanyakan mikir. Menurutku lebih baik kamu ikut kami saja Fat. Kapan lagi kita bisa nonton film sebagus ini, ya kan? Meskipun kamu bilang it’s not our culture, but we must loyal to the other religy, must’n we? Kan Buk Ilma, guru agama kita juga bilang. Lagipula kalau cuma nonton kan tidak apa-apa. Kita ini sudah besar, bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Dan kalau kamu mempermasalahkan adegan pegangan tangan atau cuma ciuman biasa saja, kamu kuno sekali.” Lita memaparkan panjang lebar.
Fatma terbujuk. Dia sampai di tempat pembelian tiket. Banyak sekali orang yang antri. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda-mudi. Dia jadi bosan menunggu. Kemudian seorang pemuda dengan yang bajunya dipenuhi aksesoris mencolok mendekatinya. Pemuda itu memberinya sebuah tiket.
“Ini untukmu. Tapi nanti kamu duduk di sebelahku ya.” ucap si pemuda.
Akal sehat Fatma mulai bekerja. Dia merasa pemuda ini aneh dan sedikit mencurigakan. Dia melempar pandangannya ke seluruh bagian pembelian tiket tapi tidak menemukan teman-temannya tadi. Pemuda itu menatapnya dengan pandangan yang sangat tidak sopan. Fatma bergegas keluar meninggalkan pemuda itu tanpa pikir panjang.
***
Besoknya, 14 Februari.
Fatma berangkat ke sekolah setelah meminum segelas susu coklat buatan Bi Ijah. Ayah dan bundanya baru pulang dari luar negri. Mereka membawa banyak oleh-oleh. Ada sekotak Silver Quin. Fatma sangat senang mendapatkan sekotak coklat kesukaannya.
“Bun, ini coklat hadiah Valentine ya?” tanya Fatma berkelakar.
“Ya nggak lah sayang. Untuk apa kita merayakan hal yang sama sekali tidak diperbolehkan dalam agama kita. Ini cuma kebetulan saja ayah dan bunda pulangnya kemaren. Tapi sebenarnya, walaupun bunda pulangnya nggak tanggal 14 Februari, bunda akan tetap membawakan kamu coklat-coklat ini. Ini kan pesanan kamu sebelum ayah dan bunda pergi.”
“Iya Bun. Fatma tau kok. Syukron katsiron ya Bundaku cayang.” peluknya manja.
Di sekolah, Fatma tidak melihat Lita. Sepertinya Lita tidak masuk hari ini. Teman-teman yang kemarin ikut ke mol juga tidak kelihatan. “Ada apa ya?” tanyanya pada diri sendiri. Bu Fanda, guru fisika yang smart itu mulai mengajar. Fatma meraba lacinya untuk mengambil buku yang kemaren ditinggalnya. Tapi ia mendapatkan sesuatu. Coklat berpita pink.Tanpa nama pengirim. Hanya saja coklat itu memang untuknya karena namanya tertera pada kartu ucapan coklat itu.
Karena itu dia jadi tidak konsen belajar. Ia melempar kertas ke Aisyah. Menanyakan apa yang harus dilakukannya dengan coklat itu.
Fatma : Isyah, aku dapat coklat. Nggak tau dari siapa. Apa dibuang aja?
Isyah : Gimana ya? Kalau dibuang kan sayang. Lagian belum tentu juga kan niat orang yang ngasih itu buat Valentine gift.
Fatma : Jadi, disimpan aja gitu? Tapi aku nggak mau makan.
Isyah : Terserah kamu aja deh. Positive thinking aja.
Fatma pu menyimpan coklat itu dalam tasnya. “Yach, hitung-hitung mengahrgai orang yang ngasih. Makasih ya siapa pun itu.” gumamnya.
Di tengah-tengah pelajaran, guru BK masuk. Ternyata guru itu baru mendapatkan kabar bahwa Lita dan beberapa temannya yang lain sekarang ditahan di kantor polisi. Mereka terjaring pesta narkoba bersama beberapa orang pemuda. Dan uniknya lagi, polisi menemukan beberapa bungkus coklat. Dan coklat itu tidak bermerek dan ternyata di dalamnnya mengandung narkoba.
Fatma kaget sekali. Dia langsung melirik Aisyah. Aisyah mengerlingkan mata menyuruhnya untuk diam saja. Pada sa’at jam istirahat, Aisyah menemani Fatma untuk menyelidiki coklat itu. Dan kecurigaannya benar. Di dalam coklat itu ada tepung-tepung putih yang baunya......
” Narkoba Fat.” ucap Isyah pelan.
Fatma menggigil. Dia segera membuang cokat yang didapatnya ke kloset.
“Untung aku tidak memakannya. Alhamdulillah ya Allah alhamdulillah.” Fatma tidak henti-hentinya bersyukur, Allah telah menolongnya, hingga dia tidak ikut tersesat seperti teman-temannya. Karena ternyata teman-temannya bersekongkol untuk menjebaknya.
Sepulang sekolah Fatma mengajak Aisyah main ke rumahnya untuk menikmati coklat yang dibelikan bundanya. Isyah senang sekali. Mereka menikmati coklat itu tanpa narkoba dan tanpa jiwa valentine.
*** TAMAT ***
Miming Murti Karlina
XII IPA 1
Tugas Bahasa Indonesia
Cerita Pendek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar